Arsip untuk Januari, 2012

24
Jan
12

Selamat Datang di Kota Penuh TEROR

Tiba-tiba, jadi ingat obrolan dengan seorang sahabat di suatu siang menjelang sore beberapa waktu lalu. Waktu itu kami ngobrol sembari menikmati semangkuk mie ayam, dan sebotol minuman the dingin di pinggir jalan Kramat Raya. Kebetulan sahabat saya itu sedang beredar di kawasan Kramat tempat saya bekerja. Kami asyik mengamati aktivitas di jalan raya, di tengah siang yang terik makin jelas wajah ibukota yang sama sekali nggak ramah untuk warganya.

Asap-asap bus kota mengepul hitam, pengguna motor seenaknya melintas di trotoar membuat pejalan kaki geram. Mobil-mobil mewah lalu lalang, dan tidak sedikit yang karena mewahnya merasa jadi penguasa jalan raya dengan enggan mengalah. siang itu, wajah ibukota ditengah teriknya matahari sangat tidak bersahabat, dan kami berdua hanya bisa geleng-geleng kepala.

Sebagai angkoters plus metrominiers, alias pengguna angkot dan metromini sejati, pemandangan seperti itu sih lazim ditemui saban hari. Sopir ugal-ugalan, main nurunin penumpang di sembarang tempat, ngetem lama, sudah hal biasa. Harusnya sebagai penumpang bisa protes, tapi apa daya lama-lama kami penumpang ini kebal sudah dengan kebiasaan angkutan umum yang menyebalkan.

Yang paling seru sih ketemu copet, sebagai pengguna angkutan umum sejati, udah nggak kehitung deh berapa kali saya bertemu copet dengan berbagai rupa dan modus. Dari yang pura-pura jadi tukang pijat di angkot, sampai yang naik bis kota segerombolan dan menyasar penumpang yang tidur, atau yang meletakan handphonenya di kantong celana.

Pernah suatu kali di angkot, saya menggagalkan aksi seorang copet. Sepertinya copet ini beraksi karena ada kesempatan, bukan karena pekerjaanya nyopet. Ceritanya, copet itu kepergok saya waktu tangannya asyik merogoh tas seorang perempuan yang lengah. Seketika dia tarik tangannya, dan saya langsung memperingatkan si pemilik tas untuk hati-hati dengan tasnya. Waktu saya turun dari angkot, si copet itu ikut turun, dalam hati sih jiper juga, jangan-jangan dia dendam, untungnya sih tidak.

Nah, kisah pertemuan romantic saya dengan copet yang paling gress terjadi beberapa minggu lalu. 2 kali berturut-turut ketemu komplotan copet yang sama di hari yang berdekatan. Pertemuan indah pertama kami, saya nyaris jadi korban karena duduk tepat di sebelah bapak copet nan keparat. Untung karena saya cukup mengenali gelagatnya, saya bergegas pindah duduk. Penumpang pria (ganteng euy..) yang duduk di belakang saya juga nyaris jadi korban anggota copet yang lainnya, untungnya si pria ganteng itu sadar, dan gagal total aksi si komplotan copet. Komplotan copet itu memandang saya dan si pria ganteng dengan tatapan kesal, dan saya pun merekam jelas wajah-wajah sialan manusia-manusia itu.

Selang sehari kemudian, saya bertemu lagi dengan komplotan copet itu. “Yaelah, copet-copet lagi,” gumam saya ketika itu. entah kenapa, saya tiba-tiba agak cemas, padahal sih biasanya berani malah cenderung nekat. Ternyata salah satu dari komplotan copet itu ada yang mengenali wajah saya, dari gelagatnya dia langsung mengirim sms ke kawannya yang lain. Eh jangan-jangan mereka malah twitteran, Copet1: “@copet2, ciinn ini cewek yang kemarin gagal kita copet nih, coba lagi yiukk” dan copet 2 pun menjawab: “RT@copet1: yiukkk marii”. Itu copet mantan banci pasti, hahahaha….intermezo…

Anyway, setelah itu komplotan copet yang empat orang tadi tiba-tiba berdiri mengerumuni saya (mo minta poto bareng kali…hahaha)…..karena curiga dan perasaan makin gak enak, saya bergegas diri dan mau turun, waktu mau turun itupun mereka nggak kasih ruang buat saya turun, sampai saya menyuruh mereka minggir dengan membentak.

Selamet…selamet….tapi ya begitulah Jakarta. Beberapa status di jejaring sosial sudah menunjukan betapa geramnya warga kota ini terhadap ibukota yang semakin tidak ramah. Mau naik taksi mahal plus dirampok, naik bis kota penuh sesak dan rawan copet, jadi pejalan kaki jadi korban pengemudi edan, naik busway juga rentan pelecehan seksual, naik angkot ngeri diperkosa.

Serem ya, apalagi buat kaum perempuan. Lalu kita punya daya apa? Mau protes buat pengguna mobil pribadi yang satu mobil segede gaban tapi isinya Cuma satu orang? Gak bisa juga, bicara hak, jelas itu hak mereka. lagipula sampai berbusa-busa dan ribuan slogan agar mereka beralih ke angkutan umum jelas susah, apalagi fasilitas angkutan umum yang demikian bobrok dan mengerikan.

Capek juga mesti protes ke pemerintah, toh persoalan macet dan bobroknya moda transportasi sudah jadi isu sejak lama. ganti pemimpin pun tidak ada perubahan berarti, rasanya kita ini butuh pemimpin yang bisa menyajikan tindakan nyata bukan sekadar slogan. Macet kan jawabannya hanya pembatasan kendaraan dan perbaikan moda transportasi umum, dan itu yang tidak dilakukan.

Sebagaimana mengatasi bencana alam, pemerintah berwenang selalu gelagapan. Dan semua solusi yang dilakukan sifatnya sementara. Coba lihat bagaimana pihak berwenang menyikapi maraknya kasus perkosaan di angkot, solusinya Cuma dikasih seragam dan kartu identitas, yang seragamnya Cuma nempel di badan bahkan kadang nggak dipake, sementara kartunya Cuma nempel di kaca angkot atau bisa, dan using kena panas dan bocoran hujan. Aahh capek deh, melihat bagaimana pengambil kebijakan di negeri ini sibuk sama hal remeh temeh dan demi kepentingan pribadi.

jadi pilihannya ya Cuma satu, mengharap pemerintah melakukan transformasi besar-besaran pada moda transportasi kayaknya seperti mengharap hujan salju di Jakarta. ya sebagai pengguna angkutan umum pandai-pandailah menjaga diri, saran saya sih, jangan tidur di angkutan umum atau bis kota, kecuali kalau naik bis atau angkotnya sama kawan atau pacar. Ya asal jangan sama-sama tidur di bis. Dan ya buat kita kaum hawa, nggak ada salahnya juga sih jaga penampilan alias jangan berpenampilan berlebihan entah soal aksesoris perhiasan atau berpakaian yang ‘mengundang’, sekadar jaga diri.

Sembari menunggu pemimpin yang revolusioner (beuhhh…) dalam hal transportasi publik, mari kita nikmati ibukota yang kejam ini……selamat datang di kota penuh Teror……




Kategori